Bagustv.com - Pemprov DKI Jakarta menerbitkan buku saku berisi informasi mengenai program rumah DP Rp 0 milik Gubernur DKI Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno. Dari buku tersebut dapat disimpulkan program ini memang mengutamakan hunian vertikal alias rusun. Mengapa demikian?
Buku saku program rumah DP Rp 0 ini lebih mengusung rusun dapat dilihat dari informasi yang lebih banyak mengulas soal rumah vertikal. Pertama dapat dilihat dari penjelasan mengenai fungsi badan layanan umum daerah (BLUD) yang dibentuk Pemprov untuk mengelola rumah DP Rp 0.
Bunyi dari fungsi pertama BLUD ini ialah, "mengadakan pemenuhan kebutuhan Perumahan Rakyat (mengutamakan rumah susun)."
Di situ digarisbawahi kalau rumah DP Rp 0 mengutamakan rumah susun. Artinya bukan rumah tapak.
Landasan hukum program ini juga turut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 269 PMK.010/2015. Dalam peraturan ini mengatur soal hunian vertikal.
"Batas harga hunian vertikal bebas PPN 10% sebesar Rp 250 juta. Batasan penghasilan wajib pajak yang berhak mendapat fasilitas tersebut, yakni sebesar Rp 6 juta," begitu isi aturan tersebut.
Dalam penetapan harga unit rumah yang dijual pun mengacu pada Keputusan Menteri PUPR Nomor 552/KPTS/M/2016.
"Memutuskan luasan untuk setiap hunian satuan rumah sejahtera susun paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi)," begitu bunyi keputusan menteri PUPR tersebut.
Meski demikian, landasan hukum lain yang dipakai dalam buku saku ini juga mencakup rumah tapak. Misalnya Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2015. Di dalam aturan ini tertulis batas gaji pokok MBR bagi pengaju KPR FLPP untuk rumah tapak adalah sebesar Rp 4 juta, sedangkan untuk rumah susun sebesar Rp 7 juta. Nilai tersebut berlaku sama secara nasional.
Posting Komentar